Segera Terbit! DARI PATI KE SENAYAN: SKETSA POLITIK DJOKO SUDYATMIKO

DARI PATI KE SENAYAN SKETSA POLITIK DJOKO SUDYATMIKO

DARI PATI KE SENAYAN SKETSA POLITIK DJOKO SUDYATMIKO

Judul                                   :  DARI PATI KE SENAYAN: SKETSA POLITIK DJOKO SUDYATMIKO

Nama Penulis                    : Padmono SK, Jusuf Suroso, Subiyanto SP

Penerbit                              : Lembaga Kajian Kebijakan PARA Syndicate

Deskripsi fisik                    : xxi, 368 halaman, 15 x 23 cm

ISBN                                    : (masih dalam proses)

Waktu Peluncuran            : Mei 2025

Sinopsis                              :

DJOKO SUDYATMIKO menjadi anggota DPR RI sejak 1971 hingga 1992. Setelah Pemilu 1992 ia menjadi anggota MPR dan berhenti tahun 1997. Sampai tahun 1977, ia satu-satunya yang berasal dari etnis Tionghoa yang menjadi anggota DPR. Tetapi teman-temannya mengakui, sikap, perilaku dan tutur katanya seperti priyayi Jawa. Halus dan kalau bicara selalu diselingi bahasa Jawa yang medok. “Mas Djoko itu priyayi Jawa,” kata Didiet Haryadi.

“Djoko itu mascot FKP”, komentar Rachmat Witoelar. Pemikirannya jemih dan cerdas. Tahun 1980-an ia sudah bicara tentang pembangunan industri dengan struktur backward integration, sebuah struktur industri yang terpadu yang sekarang disebut hilirisasi. Konsepnya dikagumi oleh perusahaan dari Amerika Serikat dan India hingga ia diundang ke sana itu. Lalu tentang energi, Djoko mengusulkan penggunaan gas CNG (Compressed Natural Gas), yang hingga kini digunakan oleh Trans Jakarta dan sebuah perusahaan taksi. Karena pemikirannya yang cemerlang itu ia pemah ditawari izin untuk memiliki SPBU tetapi ia tolak.

Pak Harto pun, sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar mengaku mengenal Djoko. “Dia kan dari Lasem”, katanya. Tetapi Pak Harto salah, Djoko bukan dari Lasem tetapi dari Pati. Kendati merasa sudah mengenalnya, Pak Harto menolak nama Djoko dicalonkan untuk Pemilu 1992 karena Djoko punya pendapat yang dianggap “nyeleneh”. Tahun 1988-1993 Djoko di DPP Golkar. Dia mengusulkan agar Pak Harto tidak mau dicalonkan lagi sebagai Presiden dalam Sidang Umum MPR 1993. Pak Harto marah, namanya dicoret dari daftar calon. Namun walau ditolak menjadi anggota DPR, tetapi Pak Harto berubah pikiran, mengangkat Djoko menjadi anggota MPR 1992-1997. Mendengar cerita tentang usulan Djoko itu, LB Moerdani berkomentar, “Ratu kok mbok culek matane”.

 

Related Posts